BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Sastra berbicara tentang hidup
dan kehidupan, tentang berbagai persoalan hidup manusia, tentang kehidupan di
sekitar manusia, yang semuanya diungkapkan dengan cara bahasa yang khas.
Anak-anak sebagai manusia dalam tahap pertumbuhan dan perkembangan yang istimewa
juga bersentuhan dengan sastra. Penulis ambil contoh, ketika seorang ibu
menggendong anaknya, sering kita lihat sang ibu mendendangkan lagu untuk
meninabobokan anaknya. Tidak sedikit orang tua mendongengi anaknya menjelang
tidur, anak mendengarkan dengan penuh perhatian dan merasa puas hingga
tertidur. Hal ini memberi gambaran bahwa sastra juga dibutuhkan
Anak, anak merasa nyaman dan
senang menikmati sastra. Kita pahami anak- anak memiliki tahap perkembangan
yang berbeda dengan orang dewasa ini berpengaruh pula dengan sastra yang
sesuai, layak di konsumsi anak-anak. Perlu di bedakan sastra untuk orang dewasa
dan sastra untuk anak. Manfaat yang diperoleh dari sastra anak antara lain
sebagai media pendidikan dan hiburan, membentuk kepribadian anak, serta
menuntun kecerdasan emosi anak. Hal ini karena dalam sastra anak terkandung
pesan, moral, yang dapat membangun kepribadian fisik pada anak. Berkenaan
dengan manfaat tersebut, makan kita harus mampu membedakan, memilih sastra yang
cocok dan layak si konsumsi oleh anak-anak dengan rambu-rambu kita harus
memahami apa itu sastra anak. Oleh karena itu penulis memilih judul “ Hakikat
Sastra Anak dan Sastra di Usia Awal”
1.2 Rumusan Masalah
a. Apa
pengertian Hakikat Sastra Anak?
b. Nilai
apa saja yang terkandung dalam Sastra Anak?
c. Genre
apa saja yang terdapat pada sastra anak?
d. Apa
yang dimaksud dengan Puisi Lagu Dolanan?
e. Apa
saja tradisi cerita lisan dalam sastra anak di usia awal?
f. Apa
saja Bacaan awal dan literasi dalam sastra anak di usia awal?
1.3 Tujuan
a. Untuk
mengetahui dan memahami pengertian Hakikat Sastra Anak.
b. Untuk
mengetahui nilai apa saja yang terkandung dalam Sastra Anak.
c. Untuk
mengetahui Genre apa saja yang terdapat dalam Sastra Anak.
d. Untuk
memahami bagaimana bentuk Puisi Lagu Dolanan.
e. Untuk
mengetahui bagaimana cerita tradisi lisan dalam sastra anak di usia awal.
f. Untuk
mengetahui literasi dalam sastra anak di usia awal.
BAB II
LANDASAN TEORI
Sastra
anak dapat didefinisikan dengan memperhatikan definisi sastra secara umum dan
sastra bagaimana yang sesuai untuk anak. Mengenai hal ini ada beberapa
pandangan, yaitu antara lain:
Sastra: memberi kesenangan dan
pemahaman tentang kehidupan. Sastra menurut Lukens
(2003:9) menawarkan dua hak utama, yaitu kesenangan dan pemahaman. Sastra hadir
kepada pembaca pertama-tama adalah memberikan hiburan, hiburan yang
menyenangkan. Satra menampilkan cerita yang menarik, mengajak pembaca untuk
memanjakan fantasi, membawa pembaca ke suatu alur ke hidupan daya suspense.
Lukens (2003:4) menegaskan bahwa tujuan memberikan hiburan, tujuan menyenangkan
dan memuaskan pembaca, tidak peduli pembaca dewasa ataupun anak-anak, adalah
hal yang esensial dalam sastra. Apa pun aspek
kandungan yang ditawarkan di dalam sebuah teks sastra tujuan memberikan
hiburan dan menyenangkan pembaca harus tidak terpinggirkan. Hal inilah yang
menjadi daya tarik utama bagi pembaca, baik itu pembaca usia delapan maupun
limah puluh tahun.
Namun, karena sastra selalu
berbicara tentang kehidupan, sastra sekaligus juga memberikan pemahaman yang
lebih baik tentang kehidupan itu. Pemahaman itu datang dari eksplorasi terhadap
berbagai bentuk kehidupan, rahasia kehidupan, penemuan dan pengungkapan
berbagai macam karakter manusia, dan lain-lain
Stewig (1980:18-20) sebelumnya juga
sudah menegaskan bahwa salah satu alasan mengapa anak di beri buku bacaan
sastra adalah agar mereka memperoleh kesenangan.
Oleh
karena itu, akhirnya lukens (2013:9) menawarkan batasan sastra sebagai sebuah
kebenaran yang signifikan yang di ekspresikan ke dalam unsur- unsur yang layak
dan bahasa yang mengesankan.
BAB III
PEMBAHASAN
3.1
HAKIKAT
SASTRA ANAK
Sastra berbicara tentang hidup dan
kehidupan, tentang berbagai persoalan hidup manusia, tentang kehidupan di
sekitar manusia, tentang kehidupan pada umumnya, yang semuanya diungkapkan dengan
cra bahasa yang khas. Artinya, baik cara pengungkapan maupun bahasa yang
dipergunakan untuk mengungkapkan berbagai persoalan hidup, atau biasa disebut
gagasan, adalah khas sastra, khas dalam pengertian lain dari pada yang lain.
Dalam bahasa sastra terkandung unsur dan tujuan keindahan. Bahasa sastra lebih
bernuansa keindahan daripada kepraktisan. Karakteristik tersebut juga berlaku
dalam sastra anak.
Sastra: memberi kesenangan dan pemahaman tentang
kehidupan. Sastra menurut Lukens (2003:9) menawarkan dua hal utama,
yaitu kesenangan dan pemahaman. Sastra hadir kepada pembaca pertama – tama
adalah memberikan hiburan, hiburan yang menyenangkan. Sastra: citra dan metafora kehidupan. Saxbya (1991:4) mengatakan bahwa sastra pada
hakikatnya adalah citraan kehidupan, gambaran kehidupan. Siapakah penulis sastra anak?
sastra anak adalah karya sastra yang menempatkan sudut pandang anak sebagai
pusat pencitraan.
3.2
GENRE
SASTRA ANAK
Sebagaimana halnya dalam sastra
dewasa, sastra anak juga mengenal apa yang disebut genre. Genre dapat dipahami
sebagai suatu macam atau tipe kesastraan yang memiliki seperangkat
karakteristik umum (Lukens, 2003:13). Atau menurut Mitchell (2003:5-6). Secara
garis besar Lukens mengelompokkan genre sastra anak ke dalam enam macam, yaitu
realisme, fiksi formula, fantasi, sastra tradisional, puisi, dan nonfiksi.
3.2.1
Realisme
Realisme dalam sastra dapat dipahami
bahwa cerita yang dikisahkan itu mungkin saja ada dan terjadi walau tidak harus
bahwa ia memang benar – benar ada dan terjadi. Karakteristik umum cerita
realisme adalah narasi fiksional yang menampilkan tokoh dengan karakter yang
menarik yang dikemas dalam latar tempat dan waktu yang memungkinkan.
Cerita realisme, cerita realisme
biasanya bercerita tentang masalah – masalah sosial yang menampilkan tokoh
utama protagonis sebagai pelaku cerita. Masalah – masalah yang dihadapi itulah
yang menjadi sumber pengembangan konflik dan alur cerita. Untuk cerita anak,
cerita lebih banyak diselesaikan, tetapi harus tetap mempertahankan logika
cerita.
Realisme binatang.
Cerita realisme binatang adalah cerita
tentang binatang yang bersifat nonfiksi. Misalnya yang berkaitan dengan bentuk
fisik, habitat, cara dan siklus hidup dll.
Realisme historis. Cerita realisme
historis mengisahkan peristiwa yang terjadi pada masa lampau.
Realisme olahraga. Realisme olah raga
adalah cerita tentang berbagai hal yang berkaitan dengan dunia olahraga.
3.2.2
Fiksi
Formula
Genre ini sengaja disebut sebagai
fiksi formula karena memiliki pola – pola tertentu membedakannya dengan jenis
yang lain. Jenis sastra anak yang dapat dikategorikan kedalam fiksi formula
adalah cerita misteri dan detektif, cerita romantis, dan novel serial.
Cerita Misterius dan Detektif biasanya
dikemas dalam suatu waktu, lampau, kini, atau mendatang, dan menyajikan terir
tiab bagian.
Cerita Romantis cerita ini biasa
menampilkan kisah simplistis dan sentimentalis hubungan laki – laki perempuan,
dan itu seolah – olah merupakan satu – satunya fokus dalam dunia remaja
Novel
Serial dimaksudkan sebagai novel yang diterbitkan secara
terpisah, namun novel – novel itu merupakan saku kesatuan unit.
3.2.3
Fantasi
Cerita fantasi dikembangkan lewat
imajinasi yang lazim dan dapat diterima sehingga sebagai cerita dapat diterima
oleh pembaca. Jenis sastra anak yang dapat dikelompokkan ke dalam fantasi ini
adalah cerita fantasi, fantasi tingkat tinggi, dan fiksi lain.
Cerita Fantasi dapat dipahami
sebagai cerita yang menampilkan tokoh, alur, atau tema yang derajat
kebenarannya diragukan, baik menyangkut seluruh atau sebagian dari cerita.
Cerita fantasi juga menampilkan berbagai peristiwa dan aksi realistik
sebagaimana halnya dalam cerita realistik, tetapi di didalamnya juga terdapat
sesuatu yang sulit diterima.
Cerita Fantasi Tinggi cerita yang
pertama – tama ditandai oleh adanya fokus konflik antara yang baik dan yang
jahat, antara kebaikan dan kejahatan.
Fiksi sain.
Fiksi spekulatif yang pengarangnya mengambil postulat dari dunia nyata
sebagaimana yang kita ketahui dan mengaitkan fakta dengan hukum alam.
3.2.4
Sastra
Tradisional
Istilah “tradisional” dalam
kesastraan menunjukkan bahwa bentuk itu berasal dari cerita yang telah
mentradisi, tidak diketahui kapan mulainya dan siapa penciptanya, dan
dikisahkan secara turun – menurun secara lisan. Jenis cerita yang dikelompokkan
ke dalam genre adalah fabel, dongeng rakyat, mitologi, legenda, dan epos.
Fabel. Fabel adalah cerita binatang
yang dimaksudkan sebagai personifikasi karakter manusia. Pada umumnya fabel
tidak panjang, dan secara jelas mengandung ajaran moral dan pesan moral. Tujuan
penyampaian dan ajaran moral inilah yang menjadi fokus pencitraan dan sekaligus
menyebabkan hadirnya fabel di tengah masyarakat.
Dongeng Rakyat. Dongeng rakyat
merupakan salah satu bentuk dari cerita tradisional. Dongeng pun hadir terutama
karena dimaksudkan untuk menyampaikan ajaran moral, konflik kepentingan antara
yang baik dan yang buruk, dan yang baik pastinya akan menang.
Mitos.
Mitos merupakan cerita masa lampau yang dimiliki oleh bangsa – bangsa di dunia.
Mitos dapat dipahami sebagai sebuah cerita yang berkaitan dengan dewa – dewa
atau tentang kehidupan supranatural yang lain, juga sering mengandung sifat
pendewaan manusia atau manusia keturunan dewa. Mitos diyakini mengandung
kristalisasi nilai – nilai yang telah hidup sekian lama di masyarakat di suatu
kebudayaan. Ia dipahami sebagai suatu sistem komunikasi yang memberikan pesan
yang berkaitan dengan aturan – aturan masa lalu, ide, ingatan, dan kenangan
atau keputusan – keputusan yang diyakini. Jadi, di dalam mitos terkandung unsur
tata nilai kehidupan masyarakat.
Legenda. Legenda mempunyai kemiripan
dengan mitologi, bahkan sering tumpang tindih penamaan diantara keduanya.
Keduanya, yang jelas sama – sama merupakan cerita tradisional. Legenda sengaja
dikaitkan dengan aspek kesejarahan sehingga, selain memiliki pijakan latar yang
pasti, seolah – olah mengesankan bahwa ceritanya memiliki kebenaran sejarah.
Epos. Epos merupakan sebuah cerita panjang
yang berbentuk syair atau puisi dengan pengarang yang tidak pernah diketahui,
anonim. Cerita epos memperlihatkan nilai -
nilai penting dari masyarakat pemiliknya yang mengesankan pembaca
sehingga dapat memberikan kekuatan moral dan keberanian.
3.2.5
Puisi
Sebuah karya sastra berbentuk puisi
jika di dalamnya terdapat pendayagunaan berbagai unsur bahasa untuk mencapai
efek keindahan. Genre puisi anak dapat berwujud puisi – puisi lirik tembang –
tembang anak tradisional, lirik tembang – tembang nina bobo, puisi naratif, dan
puisi personal. Puisi naratif adalah puisi yang di dalamnya mengandung cerita,
atau ceritanya yang dikisahkan dengan cara puisi.
3.2.6
Nonfiksi
Tidak semua buku nonfiksi dapat
dimasukkan dalam genre ini, khususnya buku – buku yang tidak diperhatikan
keharmonisan bentu bahasa dan isi. Untuk kepentingan praktis, bacaan nonfiksi
dapat dikelompokkan dalam subgenre buku informasi dan biografi.
Buku informasi. Buku ini memberikan
informasi fakta, konsep, hubungan antar fakta dan konsep dll yang mampu
menstimulasi keingintahuan anak atau pembaca.
Biografi. Biografi adalah buku yang
berisi riwayat hidup seseorang. Tentu saja tidak semua aspek kehidupan dan
peristiwa dikisahkan, melaikan dibatasi pada hal – hal tertentu yang dipandang
perlu dan menarik untuk diketahui orang lain.
3.2.7
Pembagian
Genre yang Diusulkan
Di bawah ini dikemukakan genre
sastra anak berdasarkan analogi pembagian genre sastra dewasa dengan masih
memanfaatkan pembagian Lukens. Genre sastra anak cukup dibedakan ke dalam fiksi,
nonfiksi, puisi, sastra tradisional, dan komik dengan masing – masing
memiliki subgenre.
(1) Fiksi
bentuk penulisan fiksi adalah prosa.
Artinya, karangan ditulis secara prosa, bentuk uraian dengan kalimat relatif
panjang, dan format penulisan memenuhi halaman dari margin kiri ke kanan.
Genre fiksi yang dimaksudkan di sini
dalam pengertian fiksi modern, yaitu yang menunjuk pada cerita yang ditulis
relatif baru, pengarang jelas, dan beredar sudah dalam bentuk buku atau cetakan
lewat media masa seperti koran dan majalah.
(2) Nonfiksi.
Jika fiksi berisi cerita yang tidak menunjuk pada kebenaran faktual dan
sejarah, nonfiksi justru sebaliknya, yaitu karangan yang menunjuk pada
kebenaran faktuial, sejarah, atau sesuatu yang lain yang memiliki kerangka
acuan pasti atau memiliki bukti – bukti empiris, sebagai mana karangan ilmiah
yang dihasilkan anak – anak dalam pelajaran mengarang di sekolah yang berangkat
dari fakta tertentu.
(3) Puisi. Puisi
hadir dengan bahasa singkat padat, larik – larik pendek yang mungkin membentuk
bait – bait, dan secara format penulisan tidak memenuhi halaman dari margin
kiri sampai kanan. Puisi yang dimaksudkan di sini adalah puisi anak modern,
yaitu yang menun jukkan pada pengertian puisi yang ditulis dalam waktu kini,
ada pengarangnya, dan tersebar lewat buku atau media masa koran dan majalah.
(4) Sastra
Tradisional.
Sastra tradisional adalah sastra rakyat
yang tidak jelas kapan penciptaannya dan tidak pernah diketahui pengarangnya
yang diwariskan secara turun menurun terutama lewat sarana lisan atau dalam
bentuk tulisan (tangan).
Puisi
tradisional, yaitu puisi yang tidak pernah diketahui waktu penulisan dan siapa
penyairnya.
(5) Komik. komik
adalah cerita bergambar dengan sedikit tulisan, bahkan kadang – kadang ada
gambar yang tanpa tulisan karena gambar – gambar itu sudah “berbicara” sendiri.
Berdasarkan isi cerita, komik dapat di kategorikan ke dalam komik fiksi dan
nonfiksi. komik fiksi adalah komik yang isinya berupa cerita khayal, secara
faktual tidak pernah ada dan terjadi, dan lebih mengandalkan kekuatan imajinasi
pengarangnya.Komik nonfiksi, dipihak lain, isinya mengisahkan sesuatu yang
pernah ada yang terjadi dalam sejarah, jadi bersifat faktual. Intinya komik
haruslah dibuat dengan memperhatikan nilai – nilai edukatif.
3.3
KONTRIBUSI
SASTRA ANAK
Sastra anak diyakini memiliki
kontribusi yang besar bagi sebagian manusia yang mempunyai jati diri yang
jelas. Kepribadian dan atau jati diri seorang anak dibentuk dan terbentuk lewat
lingkungan baik diusahakan secara sadar maupun tidak sadar. Saxby mengemukakan
bahwa kontribusi sastra anak tersebut membentang dari dukungan terhadap
pertumbuhan berbagai pengalaman (rasa, emosi, bahasa), personal (kognitif,
sosial, etis, spiritual), eksplorasi dan penemuan, namun juga petualangan dalam
kenikmatan. Sementara itu, Huck dkk. mengemukakan bahwa nilai sastra anak
secara garis besar dapat dibedakan kedalan dua kelompok, yaitu personal
(personal values) dan nilai pendidikan (educational values) dengan masing –
masing masih dapat dirinci menjadi sejumlah subkategori nilai. Sejumlah
kontribusi sastra anak bagi anak yang sedang dalam taraf pertumbuhan dan
perkembangan yang melibatkan berbagai aspek kedirian yang secara garis besar
dikelompokkan ke dalam nilai personal dan nilai pendidikan.
3.3.1
Nilai
personal
- perkembangan emosional
Anak usia dini yang belum dapat
berbicara, atau baru berada dalam tahap perkembangan bahasa satu kata atau
kalimat dalam dua tiga kata, sudah ikut tertawa – tawa ketika diajak bernyanyi
bersama sambil bertepuk tangan. Anak tampak menikmati lagu – lagu bersajak yang
ritnis dan larut dalam kegembiraan. Hal itu dapat dipahami bahwa sastra lisan
yang berwujud puisi-lagu tersebut dapat merangsang kegembiraan anak, merangsang
emosi anak untuk bergembira, bahkan ketika anak masih berstatus bayi.
Dalam perkembangan selanjutnya
seyelah anak dapat memahami cerita, baik diperoleh lewat pendengaran, misalnya
diceritai atau dibicarakan, maupun lewat kegiatan membaca sendiri, anak akan
memperoleh demonstrasi kehidupan sebagaimana yang diperagakan oleh para tokoh cerita.
Dengan demikian, baik secara
langsung maupun tidak langsung dengan membaca buku – buku cerita itu anak akan
belajar bersikap dan bertingkah laku secara benar. Kemampuan seseorang
mengelolah emosi istilah yang dipakai adalah Emotional Quotient (EQ) yang
analog Intelligence Quotient (IQ), juga Spiritual Qoutient (SQ) _dewasa ini
dipandang sebagai aspek personalitas yang besar pengaruhnya bagi kesuksesan
hidup, bahkan diyakini lebih berperan dari pada IQ.
3.3.1.1 Perkembangan
Intelektual
Hubungan yang dibangun dalam
pengembangan alur pada umunya berupa hubungan sebab akibat. Artinya, suatu
peristiwa terjadi akibat atau mengakibatkan terjadinya peristiwa – peristiwa
yang lain. Untuk dapat memahami cerita itu, anak harus mengikuti logika
hubungan tersebut. Pembelajaran seni yang antara lain bertujuan untuk menanam
pupuk, dan mengembangkan daya apresiasi sejak anak usia dini, juga diyakini
berperan besar dalam menunjang perkembangan – perkembangan kemampuan diri.
3.3.1.2 Perkembangan
Imajinasi
Bagi anak usia dini yang belum dapat
membaca dan hanya dapat memahami sastra lewat orang lain, cara menyampaikannya
masih amat berpengaruh sebagian halnya orang dewasa mengapresiasi poetry
reading atau deklamasi. Sastra yang notabene adalah karya yang mengandalkan kekuatan
imajinasi menawarkan petualangan imajinasi yang luar biasa kepada anak.
Imajinasi dalam pengertian ini jangan dipahami sebagai khayalan atau daya
khayal saja, tetapi lebih menunjuk pada makna creative thinking, pemikiran yang
kreatif, jadi ia bersifat produktif. Oleh karena itu, Sejak dini potensi yang
amat penting itu harus diberi saluran agar dapat berkembang secara wajar dan
maksimal antara lain lewat penyediaan bacaan sastra.
3.3.1.3 Pertumbuhan
Rasa Sosial
Kesadaran untuk hidup bermasyarakat
atau masuk dalam kelompok tersebut pada diri anak semakin besar sejalan dengan
perkembangan usia. Bahkan, pengaruh kelompok dan atau kehidupan bermasyarakat
tersebut akan semakin besar melebihi pengaruh lingkungan dikeluarga, misalnya
dalam penerimaan konsep baik dan buruk. Anak usia 10 sampai 12 tahun sudah
mempunyai cita rasa keadilan dan peduli kepada orang lain yang lebih tinggi.
Bacaan cerita sastra yang “mengeksploitasi” kehidupan bersosial secara baik
akan mampu menjadikannya sebagia contoh bertingkah laku sosial kepada anak
sebagaimana aturan sosial yang berlaku.
3.3.1.4 Pertumbuhan
Rasa Etis dan Religius
Nilai-nilai sosial, moral, etika,
dan religius, perlu ditanamkan kepada anak sejak dini secara efektif lewat sikap dan perilaku hidup keseharian.
Hal itu tidak saja dapat dicontohkan oleh dewasa di sekeliling anak, melainkan
juga lewat bacaan cerita sastra yang juga menampilkan sikap dan perilaku tokoh.
Pada umumnya anak akan mengidentifikasikan diri dengan tokoh-tokoh yang baik
itu, dan itu berarti tumbuhnya kesadaran untuk meneladani sikap dan perilaku
tokoh tersebut.
3.3.2
Nilai
Pendidikan
3.3.2.1 Eksplorasi
dan Penemuan
Lewat kekuatan imajinatif anak
dibawa masuk ke sebuah pengalaman yang juga imajinatif,pengalaman batin yang
tidak harus dialami secara faktual, yang sekaligus juga berfungsi meningkatkan
daya imajinatif. Berhadapan dengan cerita, anak dapat dibiasakan
mengkritisinya, misalnya ikut menebak sesuatu seperti dalam cerita detektif dan
misterius, menemukan bukti – bukti, alasan bertindak, menemukan jalan keluar
kesulitan yang dihadapi tokoh, dan lain – lain termasuk memprediksikan bagian
penyelesaian kisahnya. Berpikir secara logis dan kritis yang demikian dapat
dibiasakan dan atau dilatihkan lewat eksplorasi dan penemuan – penemuan dalam
bacaan cerita sastra.
3.3.2.2 Perkembangan
Bahasa
Sastra adalah sebuah karya seni yang
bermediakan bahasa, maka aspek bahasa memegang peran penting di dalamnya.
Sastra tidak lain adalah suatu bentuk permainan bahasa, dan bahkan dalam genre
puisi unsur permainan tersebut cukup menonjol, misalnya yang berwujud permainan
rima dan irama. Prasyarat untuk dapat membaca atau mendengarkan dan memahami
sastra adalah penguasaan bahasa yang bersangkutan. Bahasa dipergunakan untuk
memahami dunia yang ditawarkan, tetapi sekaligus sastra juga berfungsi meningkatkan
kemampuan berbahasa anak, baik menyimak, membaca, berbicara, maupun menulis.
Bacaan sastra untuk anak yang baik antara lain adalah yang ditingkat kesulitan
berbahasanya masih dalam jangkauan anak, tetapi bahasa yang terlalu sederhana
untuk usia tertentu, baik kosakata maupun struktur kalimat, justru kurang
meningkatkan kekayaan bahasa anak. Pengenalan kesastraan kepada anak terutama
di sekolah sebaiknya melibatkan keempat saluran berbahasa tersebut dengan
strategi yang dikreasikan sendiri oleh guru secara kontekstual.
3.3.2.3 Pengembangan
Nilai Keindahan
Sebagai salah satu bentuk karya
seni, sastra memiliki aspek keindahan. Keindahan itu dalam genre puisi antara
lain dicapai dengan pemainan bunyi, kata, dan makna. Keindahan dalam genre
fiksi antara lain dicapai lewat penyajian yang menarik, bersuspense tinggi, dan
diungkap lewat bahasa yang tepat. Artinya, aspek bahasa itu maupun mendukung
hidupnya cerita, mendukung ekspresi sikap dan perilaku tokoh, mendukung gagasan
tentang dunia yang disampaikan, dan dari aspek bahasa itu juga dipilih kata,
struktur, dan ungkapan yang tepat.
3.3.2.4 Penanaman
Wawasan Multikultural
Sastra tradisional, misalnya,
mengandung berbagai aspek kebudayaan tradisional masyarakat pendukungnya , maka
dengan membaca cerita tradisional dari berbagai daerah akan di peroleh
pengetahuan dan wawasan tentang kebudayaan masyarakat yang bersangkutan. Dengan
demikian, aspek invisible culture ini dipahami lebih penting dari pada visble
culture misalnya, adat kebiasaan, norma – norma yang berlaku, masalah yang
layak dan tak layak yang dibicarakan di muka umum, dan lain – lain. Adanya
perbedaan invisble culture diantara berbagai kelompok sosial tersebut dapat
mengundang konflik jika tidak pandai – pandai menempatkan diri dalam bersikap
ketika berhadapan dengan warga dari kultur lain.
3.3.2.5 Penanaman
Kebiasaan Membaca
Kata – kata bijak yang mengatakan
bahwa buku adalah jendela buku ilmu pengetahuan, buku adalah jendela untuk
melihat dunia, menemui relevansinya yang semakin kuat dalam abad informasi
dewasa ini. Peran bacaan sastra selain ikut membentuk kepribadian anak, juga
menumbuhkan dan rasa ingin dan mau membaca, yang akhirnya membaca tidak
terbatas hanya pada bacaan sastra. Sastra dapat memotivasi anak untuk mau membaca.
Kalau sebagian kita dapat kecanduan merokok, mengapa tidak diusahakan kecanduan
membaca, dan itu sudah ditimbulkan dan dibiasakan sejak anak – anak.
SASTRA ANAK USIA AWAL
3.4
Sastra Anak di Usia Awal
3.4.1 PUISI LAGU
DOLANAN
Puisi,
syair lagu dan tembang-tembang berisi
permainan bahasa yang enak didengar dan menyentuh rasa keindahan kita.
·
Menurut Mitchell
(2003:27)
Permainan bahasa
misalnya diperoleh lewat sarana-sarana alterasi, asonansi, rima dan irama akan
membuat anak menjadi senang,merasa nikmat, menghilangkan kecemasan dan
menumbuhkan kesadaran diri untuk belajar.
·
Menurut Edwards
(2004:89)
Anak dibesarkan dan
belajar tidak dalam kevakuman budaya. Budaya yang dimaksud adalah berbagain
adat kebiasaan, perilaku verbal dan non verbal.
Sastra
yang diperkenalkan kepada anak adalah sastra yang bermediakan suara dan
diperkuat dengan gerakan anggota-anggota tubuh yang mendukung.
Jenis-jenis
puisi lagu dolanan:
I.
Puisi
lagu, nyanyian anak
Syair
lagu/tembang adalah puisi. Jadi lagu/tembang disebut sebagai puisi yang
dilagukan. Puisi anak mengandung unsur keindahan dicapai lewat permainan yaitu,
bentuk paralelisme (kesatuan bunyi pada tiap lagu), stuktur, perulangan
bunyi/kata, onomatope (peniruan bunyi), bersajak.
Sudut pandang:
pendidikan
Puisi lagu itu
memberi input, menambah dan memperkaya bahasa anak.
II.
Puisi
tembang dolanan
Keindahan
puisi dolanan diliat dari segi kesastraan dan segi syair yang mendukung.
Keindahan bahasa didapat dari permainan bahasa yaitu pemilihan kata, struktur
kalimat, pendayagunaan berbagai bentuk perbandingan, teka-teki (cangkriman),
peribahasa, wangsulan dan parikan.
Puisi jawa
tradisional berwujud tembung macapat, tembung tengahan dan tembung gedhe dan
memberikan persyaratan lebih ketat dalam pilihan kata karena guru gatra (jumlah
larik tiap lagu/bait), guru wilangan(jumlah kata tiap larik), guru lagu (bunyi
akhir tiap larik) tidak dapat dilanggar.
III.
Nursery Rhymes
Di
masyarakat barat , puisi-puisi lagu anak-anak disebut nursery rhymes.
a. Menurut
Mitchell (2003:105)
Nursery
rhymes merupakan puisi-puisi kesayanga yang telah mentradisi dan merupakan
bagian darim puisi lama yang bertradisi oral.
b. Menurut
Hazard (via scott,1991:70)
Nursery rhymes tidak harus berupa syair-syair
lagu yang dinyanyikan , melainkan dapat berupa bunyi musik, nyayian
vocal,senandung,perulangan bunyi,irama sederhana bunyi sjak dan irama jelas,
ketukan tangan yang berirama(fingers rhymes).
Secara
umum puisi ini berkaitan dengan binatang, binatang dengan anak, keadaan cuaca,
dan berbagai aktivitas tertentu.
3.4.2 TRADISI CERITA LISAN
Cerita lisan dikisahkan
kepada anak setelah mereka mulai dapat memahami pembicaraan orang dewasa
sekitar usia dua setengah atau tiga tahun. Cerita dan nyanyian itu diberikan
secara berselang-seling, kapan saja tapi yang paling banyak adalah ketika anak
menjelang tidur. Atau, anak menjadi tertidur ketika diceritai sebuah kisah,
bahkan sebelum cerita itu selesai dikisahkan. Mereka sering meminta kita untuk
mengisahkan sebuah cerita, bahkan yang sudah didengarnya sering diminta untuk
di kisahkannya kembali. Tampaknya, tidak ada seorang anak pun yang tidak senang
cerita.
Budaya bercerita kepada anak kecil
adalah sebuah budaya yang bersifat Universal dan sudah mentradisi secara turun
temurun yang dilakukan scara lisan, dan karenanya. Sering disebut sebagai
tradisi (cerita) lisan. Tradisi ini sudah berlangsung sejak manusia belum
mengenal tulisan, maka tidak berlebihan jika ia dikatakan telah seumur
dengan sejarah kehidupan manusia. Saat
tulisan belum dikenal, tradisi lisan tidak hanya dipergunakan untuk mengisahkan
sebuah cerita, melainkan juga untuk mewariskan berbagai tradisi dan nilai-nilai
serta keperluan-keperluan lain yang mencakup hampir seluruh aspek kehidupan.
Dalam hal ini Huck dkk. (1987:96)
mengatakan bahwa sastra tidak saja merefleksikan nilai-nilai sosial budaya
masyarakat, tetapi juga mengantarkan nilai-nilai tersebut kepada masyarakat
kini. Hal itu disebabkan sastra pada
generasi pada umumnya di bangun berdasarkan sastra pada generasi sebelumnya.
Dewasa ini jika orang tua memceritai
anak secara lisan lebih disebabkan anak belum dapat membaca, bukan karena tidak
ada sarana lain, bagaimanapun tradisi bercerita lisan tetap memiliki kesamaan :
menyampaikan cerita secara lisan. Selain itu, dengan menceritai anak berbagai
kisah menarik itu juga berfungsi lebih mendekatkan anak kepada orang tua karena
adanya curahan rasa kasih sayang disamping fungsi-fungsi lain sebagaimana telah
dikemukaan cerita yang dikisahkanpun tidak harus berupa masa lampau.
Satu hal yang tampaknya harus
disadari adalah bahwa dalam cerita anak haruslah terkandug ajaran moral, dan
itu ada kalanya terlihat cukup jelas baik
disampaikan lewat karakter tokoh,
alur cerita, maupun lewat sesuatu yang segalanya disisipkan. Dalam sastra anak,
yang dalam hal ini cerita yang dilisankan, tujuan memberikan pendidikan moral
tampaknya merupakan suatu yang mesti dilakukan. Dengan demikian, lewat cerita
itu anak juga secara langsung atau tidak lansung diperkenalkan kepada ajaran
moral.
Lewat berbagai cerita yang
dikisahkan dan lewat puisi-puisi lagu yang dinyanyikan kepada anak orang tua,
khususnya ibu, secaa langsung dan tidak langsung memperkenal dan menanamkan
rasa keindahan, rasa kesastraan, tanpa si ibu itu sendiri harus menyadarinya.
Jika keindahan puisi lagu dan
tembangtembang dolanan dicapai lewat permainan bahasa dan lirik lagukeindahan
cerita (lisan tradisional) di capai lewat kehebatan cerita. Jadi, yang indah
adalah cerita dan karakter tokohnya apalagi jika didukung oleh bahasa
penceritanya.
3.4.3 BACAAN AWAL DAN
LITERASI
Awal mulanya anak berkenalan dengan
sastra adalah lewat sarana suara yang kemudian direspon anak lewat pendengaran.
Lewat cerita-cerita singkat yang dikisahkan si ibu, misalnya saat-saat
menjelang tidur, anak tidak saja mulai diperkenalkan dengan dunia disekeliling
yang lebih luas, tetapi juga input bahasa yang juga semakin banyak. Pada saat
inilah sebagaimana dikatakan Huck dkk. (1987:149) perkembangan bahasa anak
terjadi amat fenomenal. Potensi yang terdapat didalam diri anak amat
memungkinkannya untuk memperoleh input bahasa secara amat luar biasa. Jadi,
pendek kata, sejak berusia dini, yang secara ekstream dapat dikatakan sejak
bayi merah, anak sudah diperkenalkan dan dibiasakan berhubungan dengan sastra.
3.4.3.1
Sastra
dan Pengembangan Literasi Awal
Istilah literasi (literacy)
sebagaimana di tunjukkan oleh Barton (1994) mempunyai makna yang beragam, dan
salah satu kemampuan untuk dapat membaca dan menulis (Barton, 1994:20). Dengan
istilah lain, literasi dapat dipahami sebagai melek huruf, kemelek hurufan,
mengenal tulisan serta dapat membaca dan menulis. Pengenalan literasi kepada
anak dapat dipahami sebagai memperkenalkan anak kepada huruf-huruf tulisan
dengan tujuan akhir agar anak menjadi melek huruf, dapat membaca tulisan dan
dapat menulis. Stewig (1980:79) membedakan litersi kedalam dua kategori, yaitu
litersi fisual dan verbal. Literasi visual berwujud gambar-gambar, sedang Literasi
verbal berupa huruf-huruf tulisan. Literasi verbal diartikan sebagai
kemampuan mengenali huruf-huruf, merangkai huruf menjadi kata ,merangkai kata
menjadi kalimat, dan merangkai kalimat menjadi wacanan atau unit yang lebih
besar Kegiatan anak membaca pada
saat ini bukanlah membaca dalam arti yang sebenarnya karena anak belum dapat
membaca. Bagi kita tampaknya hal itu hanya bersifat main-main, tetapi bagi anak
ia merupakan aktivis yang dijiwai secara sungguh-sungguh. Ada dampak yang cukup
signifikan dari kegiatan anak tarsebut, yaitu anak mulai mengembangkan
kesadaran tentang konsep huruf dan tulisan,konsep tentang tulisan yang di
cetak. Pada saat yang bersamaan ia juga akan belajar mengembangkan sikap,
konsep, dan keterampilan yang oleh Don Holdaway (via Huck dkk, 1987).
Dideskripsikan sebagai sebuah perangkat literasi (literacy set).
Di bawah ini di bicarakan beberapa
buku (sebenarnya juga dapat berasal dari majalah) yang biasa di pergunakan
untuk membawah anak ke literasi awal,
yang antara lain adalah buku alfabel, buku berhitung, buku konsep, dan buku
gambar tanpa kata.
3.4.3.2 Buku Alfabet
Buku alfabet (alphabet
books) sering juga disebut sebagai buku ABC (ABC books). Buku alfabet adalah
buku yang sering dipergunakan untuk memperkenalkan, mengajarkan, dan atau
mengidentifikasi huruf – huruf secara sendiri – sendiri khusus nya setelah anak
mulai belajar membaca dan menulis (huck dkk,
1987: 163). Pengenalan huruf-huruf
tersebut pada umumnya tidak secara langsung dilakukan dengan menunjukkan
huruf-huruf tertentu, melainkan lewat gambar-gambar tertentu, misalnya berbagai
jenis binatang atau objek-objek tertentu yang telah dikenal oleh anak.
a.
Tujuan
buku Alfabet
Buku
alfabet mula-mula dan terutama untuk memperkenalkan dan mengajarkan huruf-huruf
alfabetis kepada anak dalam rangka pembwlajaran literasi. Atau bahkan juga ada
penekanan terhadap aspek visual itu (mitchell, 2003: 72).
Stevig (1980: 76) juga sudah mengemukakan
bahwa buku alfabet di maksudkan untuk membantu anak membelajarkan huruf , urutan
huruf, bentuk huruf, stile, dan korespondensi antara bunyi dan simbol. Selain
itu, buku alfabet juga mengidentifikasi dan menguasai literasi baik secara
verbal, melainkan juga gambar-gambar, berbagai bentuk visual selain bahasa.
b. Jenis buku Alfabet
Stewig
(1980: 82-6) membedakan buku alfabet dalam tiga kategori, yaitu buku yang
berjenis atau berisi gambar-topik (related-topic books). Gambar pusparagam
(potpourri books). Dan gambar-cerita (sequantial-story books). Di pihak lain,
huck dkk. (1987: 163-8) membedakan jenis buku tersebut ke dalam empat kategori.
Yaitu buku gambar-identifikassi (word-picture
formats,word - picture identification), buku cerita singkat (simple narratives), teka-teki (riddles or puzzles), dan buku-buku topik
(topical themes).
Buku-buku tersebut biasanya dalam satu
halaman berisi satu gambar dengan satu kata, satu huruf, atau satu kata satu
huruf awal dengan penekanan. Huruf awal kata itulah yang ingin di tekankan agar
dikenali oleh anak dan tempatnya pun dipisahkan. Misalnya, dalam sebuah halaman
ada gambar seekor kelinci, dibagian
tengah atas ada huruf k (kapital dan kecil) dan dismpingnya gambar ada tulisan
“kucing”. Tentu saja letak posisi gambar, huruf dan kata tersebut bervariasi
tergantung pada kreativitas penyusunnya.
Belajar huruf dan mewarnai gambar. Buku
alfabet yang terdiri dari gambar dan kata dengan sekaligus mewarnakan keasyikan
kepada anak, yaitu mewarnai gambar-gambar yang disajikan. Gambar yang diberikan
untuk satu binatang atau objek terdiri dari dua macam, yaitu satu gambar
berwarna dan satu dengan garis-garis hitam, dan anak juga diajak untuk mewarnai
gambar-gambar itu sesuai dengan contoh gambar yang berwarna tadi. Jadi, selain
mengenal huruf dan kata bnama binatang yang bersangkutan, anak yang dilatih
daya kreativitasnya dalam hal memadu warna, baik dengan pensil maupun pastel.
Gambar dan dua huruf-kata dua bahasa . buku
bahasa yang tidak hanya mengnal huruf dan kata, melainkan juga pada katanya
dalam bahasa Inggris. Jadi, kata-kata identifikasi untuk sebuah gambar itu di
tulis dalam dua bahasa: Indonesia dan Inggris atau sebaliknya Inggris dan
Indonesia. Bahkan, dalam buku knowing
ABC, Mengenal Huruf Sambil mewarnai (Mondy Risutra) juga dituliskan cara membaca
atau ucapan bahasa Inggrinya (ejaan fonetik) yang diletakkan di dalam kurung di
belakang kata-kata Inggris yang bersangkutan.
Gambar dan konsep. Lewat
gambar-gambar, buku alfabet juga dapat dimanfaatkan untuk mengenalkan kata yang
mengandung konsep tertentu, misalnya konsep pertentangan atau laewan kata
seperti besar kecil, tinggi rendah, panjang pendek, gemuk kurus, di atas di
bawah, dan lain-lain. Untuk maksud itu, gambar yang di tampilkan mesti dua
macam dengan masing-masing mengandung konsep yang dimaksud, dan di atas atau di
samping kedua gambar itu diberi kata: besar dan kecil, atau gemuk dan kurus.
Pencocokan gambar dan kata. Dengan
menampilkan sejumlah gambar dan kata, misalnya lima buah. Gambar dan kata
tersebut di pisah ke dalam lajur kanan dan kiri yang disusun secara acak. Anak
kemudian di minta untuk menjodohkan pasangan yang benar antara gambar dan kata
tersebut, misalnya dengan menarik garis yang mempertemukan keduanya.
Pencocokan huruf dengan huruf. Merupakan
variasi pencocokan gambar dengan kata di atas, tetapi tanpa disertai gambar.
Permainan yang dituntut kepada anak adalah berupa pencocokan huruf yang sama
yang sengaja disajikan kedalam lajur, yaitu kiri dan kanan. Tujuan kegiatan ini
adalah untuk mengenal secatra lebih baik dan kritis pada huruf-huruf yang sama.
Misalnya di lajur kiri dan kanan dan masing-masing di sajikan lima huruf yang
sama yang sengaja di susun acak. Anak kemudian diminta untuk menggabungkan
dengan menarik garis pada huruf-huruf yang sama, atau di minta untuk mewarnai
dengan warna yang sama pada huruf yang
sama.
Gambar cerita. berupa
buku-buku yang menampilkan gambar-gambar yang mengandung cerita sederhana.
Gambar-gamar yang ditampilkan bukan gambar tunggal melainkan ada beberapa
gambar (objek) yang merupakan satu kesatuan. Di sebelah gambar itu, disudut kanan,
kiri, atau bawah, ada huruf- huruf yang di perkenalkan dan nama binatang atau
objek yang berawal dengan huruf-huruf itu. Untuk memancing cerita, dibawah
gambar sengaja di sertaka pernyataan-pernyataan sebagai umpan berbicara. Dengan
demikian, dalam satu kesatuan gambar itu terdapat paling tidak dua tujuan atau
kegiatan yang di inginkan.
3.4.3.3
Buku
Berhitung
Buku berhitung (counting books)
adalah buku lain yang juga biasa dipergunakan untuk literasi awal pada anak
usia prasekolah atau sekolah di kelas awal, yaitu mulai usia sekitar tiga
tahun. Buku berhitung mirip dengan buku alfabet, yaitu, sama-sama mengenal dan
membelajarkan sesuatu lewat gambar-gambar yang sesuai, jelas, dan menarik.
a. Tujuan
Buku Berhitung
Jika buku alfabet lebih dimanfaatkan untuk
mengenal huruf-huruf, buku berhitung di pergunakan untuk mengenal angka-angka
kepada anak di usia awal (Mitchel, 2003:75). Buku berhitung juga menempuh
cara yang sama : mengenal angka dan
konsep angka lewat gambar-gambar,. Jadi, literasi visual, gambar-gambar, tetap
menjadi sarana utama. Buku alfabet menekankan pembelajaran literasi visual dan
literasi verbal, sedangkan bku berhitung menekankan pembelajaran literasi visual dan literasi angka.
Analog dengan buku alfabet, buku berhitung
juga bertujuan untuk mengenal dan membelajarkan anak terhadap dua hal :
literasi visual dan literasi angka. Jadi, buku berhitung adalah buku yang
bertujuan mengenal dan membelajarkan literasi angka dan konsep angka kepada
anak usia awal. Karena buku ini berstatus sastra, pengenalan dan pembelajaran
tersebut dilakukan dengan cara-cara sastra: kurang langsung, menarik, dan
menghibur, dan karenanya mampu memberikan kepuasan batin.
b.
Jenis Buku Berhitung
Buku berhitung juga membentang dari yang sederhana ke yang
lebih kompleks sesuai dengan usia anak yang menjadi sasaran.
Gambar dan mewarnai jumlah gambar. Menawarkan
dua macam kegiatan, yaitu menghitung jumlah gambar dan kemudian mewarnai gambar
lain sebanhya hitungan angka gambar. Antara gambar yang di hitung dengan gambar
yang diwarnai tempat bersebelahan, kiri dan kanan.
Gambar dan penjumlahan angka. Merupakan
salah satu pengenalan konsep matematika sederhana yang berwujud penjumlahan.
Gambar, angka, dan gambar cerita. Buku
berhitung model ini menampilkan gambar dengan jumlah angka tertentu yang
disertai tulisan angka dan huruf.
3.4.3.4
Buku
konsep
Buku yang dipergunakan
untuk mendeskripsikan berbagai dimensi dan jenis objek atau berbagai konsep
yang abstrak kepada anak.
a. Tujuan
Buku konsep
Tujuan utama penyediaan buku konsep adalah
untuk memperkenalkan anak tentang dunia.
b. Jenis
Buku konsep
Mitchell (2003:77-9) membedakan buku
konsep kedalam dua kategori, yaitu (i) buku konsep dimensi tunggal dan (ii)
buku konsep multidimensioal.
Menurut jenis konsepnya dibagi menjadi :
Konsep tunggal, konkret. menyajikan
gambar-gambar untuk mengenal dan membelajarkan konsep-konsep tunggal kepada
anak di usia awal.
Konsep kompleks dan abstrak. Di
lihat dari kompleksitasnya gambar, dalam sebuah gambar yang berisi berbagai
objek dengan warna-warna yang berbeda, sudah boleh dikatakan sebagai gambar
yang kompleks.
c. Karakteristik
Buku alfabet, Buku berhitung, dan Buku konsep
Huck dkk. (1987:172)
mengemukakan sejumlah buku alfabet, dan buku berhitung, dan michell (2003:79)
mengemukakan hal yang sama untuk buku alfabet, buku berhitung, dan buku konsep.
3.4.3.5
Buku
Gambar Tanpa Kata
Buku gambar anpa kata adalah
buku-buku gambar cerita yang alur ceritanya disajikan lewat gambarp-gambar
(Huck dkk,1987:176), atau gambar-gambar itu secra sendiri menghadirkan cerita
(Mitchell, 1991:75). Kalaupun dalam gambar-gambar itu disertai kata-kata,
bahasa verbal tersebut sangat terbatas.
a. Karakteristik
Gambar Tanpa Kata
Mitchell (2003:82-3) mengemukakan bahwa
karakteristik umum buku gambar tanpa kata antara lain :
I.
Selalu kaya dengan
gambar dan penuh detail
II.
Mempergunakan gambar
aksi untuk mengembangkan karakter
III.
Menampilkan tema yang
menarik
IV.
Latar menjadi bagian
alur cerita dan ilustrasi diberikan secara detail.
V.
Menghadirkan visi
ntentang dunia secara lebih luas.
VI.
Mempunyi dampak emosional
yang kuat terhadap pembaca
VII.
Memberikan dampak
imajinatif kepada pembaca
b.
Tujuan Buku Gambat
tanpa Kata
Untuk menstimulasi perkembangan bahasa
melalui keberaniannya secara aktif
menceritakan buku bergambar.
3.4.3.6
Buku
Bergambar
Hakikat buku
bergambar. Dalam arti luas mencakup berbagai
jenis buk bergambar. Sedangkan dalam arti sempit buku yang didalamnya ada
gambarnya.
Posisi dan format gambar.
Letak letak gambar pada halaman halaman pada umumnya bervariasi.
Bahasa buku bergambar.
Kata-kata dan teks dalam buku cerita-bergambar
sama pentingnya dengan gambar ilustrasi. Ia akan membantu anak
mengembangkan sensivitas awal ke imajinasi dalam penggunaan bahasa (Huck dkk,
1987:216). Bacaan cerita anak adalah bacaan sastra yang notabene bagian dari
karya seni, maka bahasa yang dipergunakan dalam teks buku cerita-bergambar juga
mempertimbangkan aspek keindahan.
Isi buku bergambar.
Tema dan persoalan yang dikisahkan dalam buku cerita-bergambar dapat sebanyak
persoalan kehidupan manuusia.
Fungsi buku bergambar. Mitchell
(2003: 87-92) menunjukkan fungsi dan pentingnya buku cerita-bergambar bagi anak
sebagai berikut:
(1) Buku
cerita bergambar dapat membantu anak terhadap pengembangn dan perkembangan
emosi.
(2) Buku
cerita bergambar dapat membantu anak untuk belajar tentang dunia, menyadarkan
anak tentang keberadaan didunia di tengah masyarakat dan alam.
(3) Buku
cerita bergambar dapat membantu anak belajar tentang orang lain.
(4) Buku
cerita bergambar dapat membantu anak untuk memperoleh kesenangan .
(5) Buku
cerita bergambar dapat membantu anak untuk mengapresiasi keindahan.
(6) Buku
cerita bergambar dapat membantu anak untuk menstimulasi imajinasi.
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Sastra anak adalah karya imajinatif
dalam bentuk bahasa yang berisi pengalaman, perasaan dan pikiran anak yang
khusus ditujukan bagi anak-anak. Ditulis oleh pengarang anak-anak maupun
pengarang dewasa.
Dalam
menentukan jenis ragam sastra anak, ada beberapa pendapat antara lain:
Lukens
mengelompokkan genre sastra anak ke dalam enam macam, yaitu:
1. Realism:
Crita Realism, Realisme Binatang, Realisme Historis, dan Realisme Olahraga.
2. Fiksi
Formula: Cerita Fantasi, Cerita Fantasi tinggi dan Fiksi Sain
3. Sastra
Tradisional
4. Puisi
5. Nonfiksi:
Buku Informasi dan Biografi.
Pendapat lain,
pembagian genre satra anak berdasarkan analogi pembagian sastra menurut Lukens.
Genre sastra anak cukup dibedakan dalam:
1.
Fiksi
2.
Nonfiksi
3.
Puisi
4.
Sastra Tradisional
5.
Komik
.
4.2
Saran
1.
Sebagai calon guru Sekolah Dasar,
mahasiswa PGSD sebaiknya banyak mempelajari jenis ragam sastra anak.
2.
Mahasiswa PGSD sebaiknya termotivasi membuat satra anak sehinggamemperkaya
kesastraan Indonesia.
BAB V
DAFTAR
PUSTAKA
Nurgiyantoro,
Burhan. 2010. Sastra Anak,
Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
terimakasih menambah wawasan saya tentang sastra anak
BalasHapusIMHO jika ada daftar referensi akan lebih membantu
BalasHapusCasino Table Games | Table Games - CasinoBonuses.org
BalasHapusCasino Table 승인전화없는 토토사이트 Games. Table Games. Table Games. Slots and 먹튀탐정 live dealer tables. 스포츠토토 배당률 Casino Table Games. 라스 벳 Blackjack Table Games. Craps 포커 족보 순위 Table Games. Live Poker Table Games.