Kamis, 09 April 2015

HAKIKAT SASTRA ANAK DAN SASTRA ANAK DI USIA AWAL



BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
                 Sastra berbicara tentang hidup dan kehidupan, tentang berbagai persoalan hidup manusia, tentang kehidupan di sekitar manusia, yang semuanya diungkapkan dengan cara bahasa yang khas. Anak-anak sebagai manusia dalam tahap pertumbuhan dan perkembangan yang istimewa juga bersentuhan dengan sastra. Penulis ambil contoh, ketika seorang ibu menggendong anaknya, sering kita lihat sang ibu mendendangkan lagu untuk meninabobokan anaknya. Tidak sedikit orang tua mendongengi anaknya menjelang tidur, anak mendengarkan dengan penuh perhatian dan merasa puas hingga tertidur. Hal ini memberi gambaran bahwa sastra juga dibutuhkan
                 Anak, anak merasa nyaman dan senang menikmati sastra. Kita pahami anak- anak memiliki tahap perkembangan yang berbeda dengan orang dewasa ini berpengaruh pula dengan sastra yang sesuai, layak di konsumsi anak-anak. Perlu di bedakan sastra untuk orang dewasa dan sastra untuk anak. Manfaat yang diperoleh dari sastra anak antara lain sebagai media pendidikan dan hiburan, membentuk kepribadian anak, serta menuntun kecerdasan emosi anak. Hal ini karena dalam sastra anak terkandung pesan, moral, yang dapat membangun kepribadian fisik pada anak. Berkenaan dengan manfaat tersebut, makan kita harus mampu membedakan, memilih sastra yang cocok dan layak si konsumsi oleh anak-anak dengan rambu-rambu kita harus memahami apa itu sastra anak. Oleh karena itu penulis memilih judul “ Hakikat Sastra Anak dan Sastra di Usia Awal”

1.2   Rumusan Masalah
a.       Apa pengertian Hakikat Sastra Anak?
b.      Nilai apa saja yang terkandung dalam Sastra Anak?
c.       Genre apa saja yang terdapat pada sastra anak?
d.      Apa yang dimaksud dengan Puisi Lagu Dolanan?
e.       Apa saja tradisi cerita lisan dalam sastra anak di usia awal?
f.       Apa saja Bacaan awal dan literasi dalam sastra anak di usia awal?

1.3     Tujuan
a.       Untuk mengetahui dan memahami pengertian Hakikat Sastra Anak.
b.      Untuk mengetahui nilai apa saja yang terkandung dalam Sastra Anak.
c.       Untuk mengetahui Genre apa saja yang terdapat dalam Sastra Anak.
d.      Untuk memahami bagaimana bentuk Puisi Lagu Dolanan.
e.       Untuk mengetahui bagaimana cerita tradisi lisan dalam sastra anak di usia awal.
f.       Untuk mengetahui literasi dalam sastra anak di usia awal.



BAB II
LANDASAN TEORI

Sastra anak dapat didefinisikan dengan memperhatikan definisi sastra secara umum dan sastra bagaimana yang sesuai untuk anak. Mengenai hal ini ada beberapa pandangan, yaitu antara lain:
                 Sastra: memberi kesenangan dan pemahaman tentang kehidupan. Sastra menurut Lukens (2003:9) menawarkan dua hak utama, yaitu kesenangan dan pemahaman. Sastra hadir kepada pembaca pertama-tama adalah memberikan hiburan, hiburan yang menyenangkan. Satra menampilkan cerita yang menarik, mengajak pembaca untuk memanjakan fantasi, membawa pembaca ke suatu alur ke hidupan daya suspense. Lukens (2003:4) menegaskan bahwa tujuan memberikan hiburan, tujuan menyenangkan dan memuaskan pembaca, tidak peduli pembaca dewasa ataupun anak-anak, adalah hal yang esensial dalam sastra. Apa pun aspek   kandungan yang ditawarkan di dalam sebuah teks sastra tujuan memberikan hiburan dan menyenangkan pembaca harus tidak terpinggirkan. Hal inilah yang menjadi daya tarik utama bagi pembaca, baik itu pembaca usia delapan maupun limah puluh tahun.
Namun, karena sastra selalu berbicara tentang kehidupan, sastra sekaligus juga memberikan pemahaman yang lebih baik tentang kehidupan itu. Pemahaman itu datang dari eksplorasi terhadap berbagai bentuk kehidupan, rahasia kehidupan, penemuan dan pengungkapan berbagai macam karakter manusia, dan lain-lain
Stewig (1980:18-20) sebelumnya juga sudah menegaskan bahwa salah satu alasan mengapa anak di beri buku bacaan sastra adalah agar mereka memperoleh kesenangan.
Oleh karena itu, akhirnya lukens (2013:9) menawarkan batasan sastra sebagai sebuah kebenaran yang signifikan yang di ekspresikan ke dalam unsur- unsur yang layak dan bahasa yang mengesankan.

BAB III
PEMBAHASAN
3.1     HAKIKAT SASTRA ANAK
            Sastra berbicara tentang hidup dan kehidupan, tentang berbagai persoalan hidup manusia, tentang kehidupan di sekitar manusia, tentang kehidupan pada umumnya, yang semuanya diungkapkan dengan cra bahasa yang khas. Artinya, baik cara pengungkapan maupun bahasa yang dipergunakan untuk mengungkapkan berbagai persoalan hidup, atau biasa disebut gagasan, adalah khas sastra, khas dalam pengertian lain dari pada yang lain. Dalam bahasa sastra terkandung unsur dan tujuan keindahan. Bahasa sastra lebih bernuansa keindahan daripada kepraktisan. Karakteristik tersebut juga berlaku dalam sastra anak.
            Sastra: memberi kesenangan dan pemahaman tentang kehidupan. Sastra menurut Lukens (2003:9) menawarkan dua hal utama, yaitu kesenangan dan pemahaman. Sastra hadir kepada pembaca pertama – tama adalah memberikan hiburan, hiburan yang menyenangkan.  Sastra: citra dan metafora kehidupan. Saxbya  (1991:4) mengatakan bahwa sastra pada hakikatnya adalah citraan kehidupan, gambaran kehidupan. Siapakah penulis sastra anak? sastra anak adalah karya sastra yang menempatkan sudut pandang anak sebagai pusat pencitraan.

3.2     GENRE SASTRA ANAK
            Sebagaimana halnya dalam sastra dewasa, sastra anak juga mengenal apa yang disebut genre. Genre dapat dipahami sebagai suatu macam atau tipe kesastraan yang memiliki seperangkat karakteristik umum (Lukens, 2003:13). Atau menurut Mitchell (2003:5-6). Secara garis besar Lukens mengelompokkan genre sastra anak ke dalam enam macam, yaitu realisme, fiksi formula, fantasi, sastra tradisional, puisi, dan nonfiksi.

3.2.1        Realisme
            Realisme dalam sastra dapat dipahami bahwa cerita yang dikisahkan itu mungkin saja ada dan terjadi walau tidak harus bahwa ia memang benar – benar ada dan terjadi. Karakteristik umum cerita realisme adalah narasi fiksional yang menampilkan tokoh dengan karakter yang menarik yang dikemas dalam latar tempat dan waktu yang memungkinkan.
            Cerita realisme, cerita realisme biasanya bercerita tentang masalah – masalah sosial yang menampilkan tokoh utama protagonis sebagai pelaku cerita. Masalah – masalah yang dihadapi itulah yang menjadi sumber pengembangan konflik dan alur cerita. Untuk cerita anak, cerita lebih banyak diselesaikan, tetapi harus tetap mempertahankan logika cerita.
            Realisme binatang. Cerita realisme binatang adalah cerita tentang binatang yang bersifat nonfiksi. Misalnya yang berkaitan dengan bentuk fisik, habitat, cara dan siklus hidup dll.
            Realisme historis. Cerita realisme historis mengisahkan peristiwa yang terjadi pada masa lampau.
Realisme olahraga. Realisme olah raga adalah cerita tentang berbagai hal yang berkaitan dengan dunia olahraga.
3.2.2        Fiksi Formula
            Genre ini sengaja disebut sebagai fiksi formula karena memiliki pola – pola tertentu membedakannya dengan jenis yang lain. Jenis sastra anak yang dapat dikategorikan kedalam fiksi formula adalah cerita misteri dan detektif, cerita romantis, dan novel serial.
            Cerita Misterius dan Detektif biasanya dikemas dalam suatu waktu, lampau, kini, atau mendatang, dan menyajikan terir tiab bagian.

            Cerita Romantis cerita ini biasa menampilkan kisah simplistis dan sentimentalis hubungan laki – laki perempuan, dan itu seolah – olah merupakan satu – satunya fokus dalam dunia remaja
            Novel  Serial dimaksudkan sebagai novel yang diterbitkan secara terpisah, namun novel – novel itu merupakan saku kesatuan unit.
3.2.3        Fantasi
            Cerita fantasi dikembangkan lewat imajinasi yang lazim dan dapat diterima sehingga sebagai cerita dapat diterima oleh pembaca. Jenis sastra anak yang dapat dikelompokkan ke dalam fantasi ini adalah cerita fantasi, fantasi tingkat tinggi, dan fiksi lain.
            Cerita Fantasi dapat dipahami sebagai cerita yang menampilkan tokoh, alur, atau tema yang derajat kebenarannya diragukan, baik menyangkut seluruh atau sebagian dari cerita. Cerita fantasi juga menampilkan berbagai peristiwa dan aksi realistik sebagaimana halnya dalam cerita realistik, tetapi di didalamnya juga terdapat sesuatu yang sulit diterima.
            Cerita Fantasi Tinggi cerita yang pertama – tama ditandai oleh adanya fokus konflik antara yang baik dan yang jahat, antara kebaikan dan kejahatan.
Fiksi sain. Fiksi spekulatif yang pengarangnya mengambil postulat dari dunia nyata sebagaimana yang kita ketahui dan mengaitkan fakta dengan hukum alam.
3.2.4        Sastra Tradisional
            Istilah “tradisional” dalam kesastraan menunjukkan bahwa bentuk itu berasal dari cerita yang telah mentradisi, tidak diketahui kapan mulainya dan siapa penciptanya, dan dikisahkan secara turun – menurun secara lisan. Jenis cerita yang dikelompokkan ke dalam genre adalah fabel, dongeng rakyat, mitologi, legenda, dan epos.
            Fabel. Fabel adalah cerita binatang yang dimaksudkan sebagai personifikasi karakter manusia. Pada umumnya fabel tidak panjang, dan secara jelas mengandung ajaran moral dan pesan moral. Tujuan penyampaian dan ajaran moral inilah yang menjadi fokus pencitraan dan sekaligus menyebabkan hadirnya fabel di tengah masyarakat.
            Dongeng Rakyat. Dongeng rakyat merupakan salah satu bentuk dari cerita tradisional. Dongeng pun hadir terutama karena dimaksudkan untuk menyampaikan ajaran moral, konflik kepentingan antara yang baik dan yang buruk, dan yang baik pastinya akan menang.
            Mitos. Mitos merupakan cerita masa lampau yang dimiliki oleh bangsa – bangsa di dunia. Mitos dapat dipahami sebagai sebuah cerita yang berkaitan dengan dewa – dewa atau tentang kehidupan supranatural yang lain, juga sering mengandung sifat pendewaan manusia atau manusia keturunan dewa. Mitos diyakini mengandung kristalisasi nilai – nilai yang telah hidup sekian lama di masyarakat di suatu kebudayaan. Ia dipahami sebagai suatu sistem komunikasi yang memberikan pesan yang berkaitan dengan aturan – aturan masa lalu, ide, ingatan, dan kenangan atau keputusan – keputusan yang diyakini. Jadi, di dalam mitos terkandung unsur tata nilai kehidupan masyarakat.
            Legenda. Legenda mempunyai kemiripan dengan mitologi, bahkan sering tumpang tindih penamaan diantara keduanya. Keduanya, yang jelas sama – sama merupakan cerita tradisional. Legenda sengaja dikaitkan dengan aspek kesejarahan sehingga, selain memiliki pijakan latar yang pasti, seolah – olah mengesankan bahwa ceritanya memiliki kebenaran sejarah.
            Epos. Epos merupakan sebuah cerita panjang yang berbentuk syair atau puisi dengan pengarang yang tidak pernah diketahui, anonim. Cerita epos memperlihatkan nilai -  nilai penting dari masyarakat pemiliknya yang mengesankan pembaca sehingga dapat memberikan kekuatan moral dan keberanian.
3.2.5        Puisi
            Sebuah karya sastra berbentuk puisi jika di dalamnya terdapat pendayagunaan berbagai unsur bahasa untuk mencapai efek keindahan. Genre puisi anak dapat berwujud puisi – puisi lirik tembang – tembang anak tradisional, lirik tembang – tembang nina bobo, puisi naratif, dan puisi personal. Puisi naratif adalah puisi yang di dalamnya mengandung cerita, atau ceritanya yang dikisahkan dengan cara puisi.
3.2.6        Nonfiksi
            Tidak semua buku nonfiksi dapat dimasukkan dalam genre ini, khususnya buku – buku yang tidak diperhatikan keharmonisan bentu bahasa dan isi. Untuk kepentingan praktis, bacaan nonfiksi dapat dikelompokkan dalam subgenre buku informasi dan biografi.
            Buku informasi. Buku ini memberikan informasi fakta, konsep, hubungan antar fakta dan konsep dll yang mampu menstimulasi keingintahuan anak atau pembaca.
            Biografi. Biografi adalah buku yang berisi riwayat hidup seseorang. Tentu saja tidak semua aspek kehidupan dan peristiwa dikisahkan, melaikan dibatasi pada hal – hal tertentu yang dipandang perlu dan menarik untuk diketahui orang lain.
3.2.7        Pembagian Genre yang Diusulkan
            Di bawah ini dikemukakan genre sastra anak berdasarkan analogi pembagian genre sastra dewasa dengan masih memanfaatkan pembagian Lukens. Genre sastra anak cukup dibedakan ke dalam fiksi, nonfiksi, puisi, sastra tradisional, dan komik dengan masing – masing memiliki subgenre.
(1)   Fiksi bentuk penulisan fiksi adalah prosa. Artinya, karangan ditulis secara prosa, bentuk uraian dengan kalimat relatif panjang, dan format penulisan memenuhi halaman dari margin kiri ke kanan.
            Genre fiksi yang dimaksudkan di sini dalam pengertian fiksi modern, yaitu yang menunjuk pada cerita yang ditulis relatif baru, pengarang jelas, dan beredar sudah dalam bentuk buku atau cetakan lewat media masa seperti koran dan majalah.
(2)   Nonfiksi. Jika fiksi berisi cerita yang tidak menunjuk pada kebenaran faktual dan sejarah, nonfiksi justru sebaliknya, yaitu karangan yang menunjuk pada kebenaran faktuial, sejarah, atau sesuatu yang lain yang memiliki kerangka acuan pasti atau memiliki bukti – bukti empiris, sebagai mana karangan ilmiah yang dihasilkan anak – anak dalam pelajaran mengarang di sekolah yang berangkat dari fakta tertentu.
(3)   Puisi. Puisi hadir dengan bahasa singkat padat, larik – larik pendek yang mungkin membentuk bait – bait, dan secara format penulisan tidak memenuhi halaman dari margin kiri sampai kanan. Puisi yang dimaksudkan di sini adalah puisi anak modern, yaitu yang menun jukkan pada pengertian puisi yang ditulis dalam waktu kini, ada pengarangnya, dan tersebar lewat buku atau media masa koran dan majalah.
(4)   Sastra Tradisional. Sastra tradisional adalah sastra rakyat yang tidak jelas kapan penciptaannya dan tidak pernah diketahui pengarangnya yang diwariskan secara turun menurun terutama lewat sarana lisan atau dalam bentuk tulisan (tangan).
      Puisi tradisional, yaitu puisi yang tidak pernah diketahui waktu penulisan dan siapa penyairnya.
(5)   Komik. komik adalah cerita bergambar dengan sedikit tulisan, bahkan kadang – kadang ada gambar yang tanpa tulisan karena gambar – gambar itu sudah “berbicara” sendiri. Berdasarkan isi cerita, komik dapat di kategorikan ke dalam komik fiksi dan nonfiksi. komik fiksi adalah komik yang isinya berupa cerita khayal, secara faktual tidak pernah ada dan terjadi, dan lebih mengandalkan kekuatan imajinasi pengarangnya.Komik nonfiksi, dipihak lain, isinya mengisahkan sesuatu yang pernah ada yang terjadi dalam sejarah, jadi bersifat faktual. Intinya komik haruslah dibuat dengan memperhatikan nilai – nilai edukatif.
3.3     KONTRIBUSI SASTRA ANAK
            Sastra anak diyakini memiliki kontribusi yang besar bagi sebagian manusia yang mempunyai jati diri yang jelas. Kepribadian dan atau jati diri seorang anak dibentuk dan terbentuk lewat lingkungan baik diusahakan secara sadar maupun tidak sadar. Saxby mengemukakan bahwa kontribusi sastra anak tersebut membentang dari dukungan terhadap pertumbuhan berbagai pengalaman (rasa, emosi, bahasa), personal (kognitif, sosial, etis, spiritual), eksplorasi dan penemuan, namun juga petualangan dalam kenikmatan. Sementara itu, Huck dkk. mengemukakan bahwa nilai sastra anak secara garis besar dapat dibedakan kedalan dua kelompok, yaitu personal (personal values) dan nilai pendidikan (educational values) dengan masing – masing masih dapat dirinci menjadi sejumlah subkategori nilai. Sejumlah kontribusi sastra anak bagi anak yang sedang dalam taraf pertumbuhan dan perkembangan yang melibatkan berbagai aspek kedirian yang secara garis besar dikelompokkan ke dalam nilai personal dan nilai pendidikan.
3.3.1     Nilai personal
  1. perkembangan emosional
            Anak usia dini yang belum dapat berbicara, atau baru berada dalam tahap perkembangan bahasa satu kata atau kalimat dalam dua tiga kata, sudah ikut tertawa – tawa ketika diajak bernyanyi bersama sambil bertepuk tangan. Anak tampak menikmati lagu – lagu bersajak yang ritnis dan larut dalam kegembiraan. Hal itu dapat dipahami bahwa sastra lisan yang berwujud puisi-lagu tersebut dapat merangsang kegembiraan anak, merangsang emosi anak untuk bergembira, bahkan ketika anak masih berstatus bayi.
            Dalam perkembangan selanjutnya seyelah anak dapat memahami cerita, baik diperoleh lewat pendengaran, misalnya diceritai atau dibicarakan, maupun lewat kegiatan membaca sendiri, anak akan memperoleh demonstrasi kehidupan sebagaimana yang diperagakan oleh para tokoh cerita.
            Dengan demikian, baik secara langsung maupun tidak langsung dengan membaca buku – buku cerita itu anak akan belajar bersikap dan bertingkah laku secara benar. Kemampuan seseorang mengelolah emosi istilah yang dipakai adalah Emotional Quotient (EQ) yang analog Intelligence Quotient (IQ), juga Spiritual Qoutient (SQ) _dewasa ini dipandang sebagai aspek personalitas yang besar pengaruhnya bagi kesuksesan hidup, bahkan diyakini lebih berperan dari pada IQ.
3.3.1.1     Perkembangan Intelektual
            Hubungan yang dibangun dalam pengembangan alur pada umunya berupa hubungan sebab akibat. Artinya, suatu peristiwa terjadi akibat atau mengakibatkan terjadinya peristiwa – peristiwa yang lain. Untuk dapat memahami cerita itu, anak harus mengikuti logika hubungan tersebut. Pembelajaran seni yang antara lain bertujuan untuk menanam pupuk, dan mengembangkan daya apresiasi sejak anak usia dini, juga diyakini berperan besar dalam menunjang perkembangan – perkembangan kemampuan diri.
3.3.1.2     Perkembangan Imajinasi
            Bagi anak usia dini yang belum dapat membaca dan hanya dapat memahami sastra lewat orang lain, cara menyampaikannya masih amat berpengaruh sebagian halnya orang dewasa mengapresiasi poetry reading atau deklamasi. Sastra yang notabene adalah karya yang mengandalkan kekuatan imajinasi menawarkan petualangan imajinasi yang luar biasa kepada anak. Imajinasi dalam pengertian ini jangan dipahami sebagai khayalan atau daya khayal saja, tetapi lebih menunjuk pada makna creative thinking, pemikiran yang kreatif, jadi ia bersifat produktif. Oleh karena itu, Sejak dini potensi yang amat penting itu harus diberi saluran agar dapat berkembang secara wajar dan maksimal antara lain lewat penyediaan bacaan sastra.

3.3.1.3     Pertumbuhan Rasa Sosial
            Kesadaran untuk hidup bermasyarakat atau masuk dalam kelompok tersebut pada diri anak semakin besar sejalan dengan perkembangan usia. Bahkan, pengaruh kelompok dan atau kehidupan bermasyarakat tersebut akan semakin besar melebihi pengaruh lingkungan dikeluarga, misalnya dalam penerimaan konsep baik dan buruk. Anak usia 10 sampai 12 tahun sudah mempunyai cita rasa keadilan dan peduli kepada orang lain yang lebih tinggi. Bacaan cerita sastra yang “mengeksploitasi” kehidupan bersosial secara baik akan mampu menjadikannya sebagia contoh bertingkah laku sosial kepada anak sebagaimana aturan sosial yang berlaku.
3.3.1.4     Pertumbuhan Rasa Etis dan Religius
            Nilai-nilai sosial, moral, etika, dan religius, perlu ditanamkan kepada anak sejak dini secara efektif  lewat sikap dan perilaku hidup keseharian. Hal itu tidak saja dapat dicontohkan oleh dewasa di sekeliling anak, melainkan juga lewat bacaan cerita sastra yang juga menampilkan sikap dan perilaku tokoh. Pada umumnya anak akan mengidentifikasikan diri dengan tokoh-tokoh yang baik itu, dan itu berarti tumbuhnya kesadaran untuk meneladani sikap dan perilaku tokoh tersebut.

3.3.2        Nilai Pendidikan
3.3.2.1  Eksplorasi dan Penemuan
            Lewat kekuatan imajinatif anak dibawa masuk ke sebuah pengalaman yang juga imajinatif,pengalaman batin yang tidak harus dialami secara faktual, yang sekaligus juga berfungsi meningkatkan daya imajinatif. Berhadapan dengan cerita, anak dapat dibiasakan mengkritisinya, misalnya ikut menebak sesuatu seperti dalam cerita detektif dan misterius, menemukan bukti – bukti, alasan bertindak, menemukan jalan keluar kesulitan yang dihadapi tokoh, dan lain – lain termasuk memprediksikan bagian penyelesaian kisahnya. Berpikir secara logis dan kritis yang demikian dapat dibiasakan dan atau dilatihkan lewat eksplorasi dan penemuan – penemuan dalam bacaan cerita sastra.
3.3.2.2  Perkembangan Bahasa
            Sastra adalah sebuah karya seni yang bermediakan bahasa, maka aspek bahasa memegang peran penting di dalamnya. Sastra tidak lain adalah suatu bentuk permainan bahasa, dan bahkan dalam genre puisi unsur permainan tersebut cukup menonjol, misalnya yang berwujud permainan rima dan irama. Prasyarat untuk dapat membaca atau mendengarkan dan memahami sastra adalah penguasaan bahasa yang bersangkutan. Bahasa dipergunakan untuk memahami dunia yang ditawarkan, tetapi sekaligus sastra juga berfungsi meningkatkan kemampuan berbahasa anak, baik menyimak, membaca, berbicara, maupun menulis. Bacaan sastra untuk anak yang baik antara lain adalah yang ditingkat kesulitan berbahasanya masih dalam jangkauan anak, tetapi bahasa yang terlalu sederhana untuk usia tertentu, baik kosakata maupun struktur kalimat, justru kurang meningkatkan kekayaan bahasa anak. Pengenalan kesastraan kepada anak terutama di sekolah sebaiknya melibatkan keempat saluran berbahasa tersebut dengan strategi yang dikreasikan sendiri oleh guru secara kontekstual.
3.3.2.3  Pengembangan Nilai Keindahan
            Sebagai salah satu bentuk karya seni, sastra memiliki aspek keindahan. Keindahan itu dalam genre puisi antara lain dicapai dengan pemainan bunyi, kata, dan makna. Keindahan dalam genre fiksi antara lain dicapai lewat penyajian yang menarik, bersuspense tinggi, dan diungkap lewat bahasa yang tepat. Artinya, aspek bahasa itu maupun mendukung hidupnya cerita, mendukung ekspresi sikap dan perilaku tokoh, mendukung gagasan tentang dunia yang disampaikan, dan dari aspek bahasa itu juga dipilih kata, struktur, dan ungkapan yang tepat.


3.3.2.4  Penanaman Wawasan Multikultural
            Sastra tradisional, misalnya, mengandung berbagai aspek kebudayaan tradisional masyarakat pendukungnya , maka dengan membaca cerita tradisional dari berbagai daerah akan di peroleh pengetahuan dan wawasan tentang kebudayaan masyarakat yang bersangkutan. Dengan demikian, aspek invisible culture ini dipahami lebih penting dari pada visble culture misalnya, adat kebiasaan, norma – norma yang berlaku, masalah yang layak dan tak layak yang dibicarakan di muka umum, dan lain – lain. Adanya perbedaan invisble culture diantara berbagai kelompok sosial tersebut dapat mengundang konflik jika tidak pandai – pandai menempatkan diri dalam bersikap ketika berhadapan dengan warga dari kultur lain.
3.3.2.5  Penanaman Kebiasaan Membaca
            Kata – kata bijak yang mengatakan bahwa buku adalah jendela buku ilmu pengetahuan, buku adalah jendela untuk melihat dunia, menemui relevansinya yang semakin kuat dalam abad informasi dewasa ini. Peran bacaan sastra selain ikut membentuk kepribadian anak, juga menumbuhkan dan rasa ingin dan mau membaca, yang akhirnya membaca tidak terbatas hanya pada bacaan sastra. Sastra dapat memotivasi anak untuk mau membaca. Kalau sebagian kita dapat kecanduan merokok, mengapa tidak diusahakan kecanduan membaca, dan itu sudah ditimbulkan dan dibiasakan sejak anak – anak.






SASTRA ANAK USIA AWAL
3.4          Sastra Anak di Usia Awal
3.4.1 PUISI LAGU DOLANAN
            Puisi, syair lagu dan tembang-tembang  berisi permainan bahasa yang enak didengar dan menyentuh rasa keindahan kita.
·         Menurut Mitchell (2003:27)
Permainan bahasa misalnya diperoleh lewat sarana-sarana alterasi, asonansi, rima dan irama akan membuat anak menjadi senang,merasa nikmat, menghilangkan kecemasan dan menumbuhkan kesadaran diri untuk belajar.
·         Menurut Edwards (2004:89)
Anak dibesarkan dan belajar tidak dalam kevakuman budaya. Budaya yang dimaksud adalah berbagain adat kebiasaan, perilaku verbal dan non verbal.
     Sastra yang diperkenalkan kepada anak adalah sastra yang bermediakan suara dan diperkuat dengan gerakan anggota-anggota tubuh yang mendukung.
Jenis-jenis puisi lagu dolanan:
 I.        Puisi lagu, nyanyian anak
Syair lagu/tembang adalah puisi. Jadi lagu/tembang disebut sebagai puisi yang dilagukan. Puisi anak mengandung unsur keindahan dicapai lewat permainan yaitu, bentuk paralelisme (kesatuan bunyi pada tiap lagu), stuktur, perulangan bunyi/kata, onomatope (peniruan bunyi), bersajak.
Sudut pandang: pendidikan
Puisi lagu itu memberi input, menambah dan memperkaya bahasa anak.

II.            Puisi tembang dolanan
Keindahan puisi dolanan diliat dari segi kesastraan dan segi syair yang mendukung. Keindahan bahasa didapat dari permainan bahasa yaitu pemilihan kata, struktur kalimat, pendayagunaan berbagai bentuk perbandingan, teka-teki (cangkriman), peribahasa, wangsulan dan parikan.
Puisi jawa tradisional berwujud tembung macapat, tembung tengahan dan tembung gedhe dan memberikan persyaratan lebih ketat dalam pilihan kata karena guru gatra (jumlah larik tiap lagu/bait), guru wilangan(jumlah kata tiap larik), guru lagu (bunyi akhir tiap larik) tidak dapat dilanggar.

III.            Nursery Rhymes
Di masyarakat barat , puisi-puisi lagu anak-anak disebut nursery rhymes.
a.       Menurut Mitchell (2003:105)
Nursery rhymes merupakan puisi-puisi kesayanga yang telah mentradisi dan merupakan bagian darim puisi lama yang bertradisi oral.
b.      Menurut Hazard (via scott,1991:70)
Nursery rhymes tidak harus berupa syair-syair lagu yang dinyanyikan , melainkan dapat berupa bunyi musik, nyayian vocal,senandung,perulangan bunyi,irama sederhana bunyi sjak dan irama jelas, ketukan tangan yang berirama(fingers rhymes).
Secara umum puisi ini berkaitan dengan binatang, binatang dengan anak, keadaan cuaca, dan berbagai aktivitas tertentu.
3.4.2  TRADISI CERITA LISAN
            Cerita lisan dikisahkan kepada anak setelah mereka mulai dapat memahami pembicaraan orang dewasa sekitar usia dua setengah atau tiga tahun. Cerita dan nyanyian itu diberikan secara berselang-seling, kapan saja tapi yang paling banyak adalah ketika anak menjelang tidur. Atau, anak menjadi tertidur ketika diceritai sebuah kisah, bahkan sebelum cerita itu selesai dikisahkan. Mereka sering meminta kita untuk mengisahkan sebuah cerita, bahkan yang sudah didengarnya sering diminta untuk di kisahkannya kembali. Tampaknya, tidak ada seorang anak pun yang tidak senang cerita.
            Budaya bercerita kepada anak kecil adalah sebuah budaya yang bersifat Universal dan sudah mentradisi secara turun temurun yang dilakukan scara lisan, dan karenanya. Sering disebut sebagai tradisi (cerita) lisan. Tradisi ini sudah berlangsung sejak manusia belum mengenal tulisan, maka tidak berlebihan jika ia dikatakan telah seumur dengan  sejarah kehidupan manusia. Saat tulisan belum dikenal, tradisi lisan tidak hanya dipergunakan untuk mengisahkan sebuah cerita, melainkan juga untuk mewariskan berbagai tradisi dan nilai-nilai serta keperluan-keperluan lain yang mencakup hampir seluruh aspek kehidupan.
            Dalam hal ini Huck dkk. (1987:96) mengatakan bahwa sastra tidak saja merefleksikan nilai-nilai sosial budaya masyarakat, tetapi juga mengantarkan nilai-nilai tersebut kepada masyarakat kini. Hal itu disebabkan sastra  pada generasi pada umumnya di bangun berdasarkan sastra pada generasi sebelumnya.
            Dewasa ini jika orang tua memceritai anak secara lisan lebih disebabkan anak belum dapat membaca, bukan karena tidak ada sarana lain, bagaimanapun tradisi bercerita lisan tetap memiliki kesamaan : menyampaikan cerita secara lisan. Selain itu, dengan menceritai anak berbagai kisah menarik itu juga berfungsi lebih mendekatkan anak kepada orang tua karena adanya curahan rasa kasih sayang disamping fungsi-fungsi lain sebagaimana telah dikemukaan cerita yang dikisahkanpun tidak harus berupa masa lampau.
            Satu hal yang tampaknya harus disadari adalah bahwa dalam cerita anak haruslah terkandug ajaran moral, dan itu ada kalanya terlihat cukup jelas baik  disampaikan lewat karakter  tokoh, alur cerita, maupun lewat sesuatu yang segalanya disisipkan. Dalam sastra anak, yang dalam hal ini cerita yang dilisankan, tujuan memberikan pendidikan moral tampaknya merupakan suatu yang mesti dilakukan. Dengan demikian, lewat cerita itu anak juga secara langsung atau tidak lansung diperkenalkan kepada ajaran moral.
            Lewat berbagai cerita yang dikisahkan dan lewat puisi-puisi lagu yang dinyanyikan kepada anak orang tua, khususnya ibu, secaa langsung dan tidak langsung memperkenal dan menanamkan rasa keindahan, rasa kesastraan, tanpa si ibu itu sendiri harus menyadarinya.
            Jika keindahan puisi lagu dan tembangtembang dolanan dicapai lewat permainan bahasa dan lirik lagukeindahan cerita (lisan tradisional) di capai lewat kehebatan cerita. Jadi, yang indah adalah cerita dan karakter tokohnya apalagi jika didukung oleh bahasa penceritanya.
3.4.3 BACAAN AWAL DAN LITERASI
            Awal mulanya anak berkenalan dengan sastra adalah lewat sarana suara yang kemudian direspon anak lewat pendengaran. Lewat cerita-cerita singkat yang dikisahkan si ibu, misalnya saat-saat menjelang tidur, anak tidak saja mulai diperkenalkan dengan dunia disekeliling yang lebih luas, tetapi juga input bahasa yang juga semakin banyak. Pada saat inilah sebagaimana dikatakan Huck dkk. (1987:149) perkembangan bahasa anak terjadi amat fenomenal. Potensi yang terdapat didalam diri anak amat memungkinkannya untuk memperoleh input bahasa secara amat luar biasa. Jadi, pendek kata, sejak berusia dini, yang secara ekstream dapat dikatakan sejak bayi merah, anak sudah diperkenalkan dan dibiasakan berhubungan dengan sastra.
3.4.3.1           Sastra dan Pengembangan Literasi  Awal
            Istilah literasi (literacy) sebagaimana di tunjukkan oleh Barton (1994) mempunyai makna yang beragam, dan salah satu kemampuan untuk dapat membaca dan menulis (Barton, 1994:20). Dengan istilah lain, literasi dapat dipahami sebagai melek huruf, kemelek hurufan, mengenal tulisan serta dapat membaca dan menulis. Pengenalan literasi kepada anak dapat dipahami sebagai memperkenalkan anak kepada huruf-huruf tulisan dengan tujuan akhir agar anak menjadi melek huruf, dapat membaca tulisan dan dapat menulis. Stewig (1980:79) membedakan litersi kedalam dua kategori, yaitu litersi fisual dan verbal. Literasi visual  berwujud gambar-gambar, sedang Literasi verbal berupa huruf-huruf tulisan. Literasi verbal diartikan sebagai kemampuan mengenali huruf-huruf, merangkai huruf menjadi kata ,merangkai kata menjadi kalimat, dan merangkai kalimat menjadi wacanan atau unit yang lebih besar        Kegiatan anak membaca pada saat ini bukanlah membaca dalam arti yang sebenarnya karena anak belum dapat membaca. Bagi kita tampaknya hal itu hanya bersifat main-main, tetapi bagi anak ia merupakan aktivis yang dijiwai secara sungguh-sungguh. Ada dampak yang cukup signifikan dari kegiatan anak tarsebut, yaitu anak mulai mengembangkan kesadaran tentang konsep huruf dan tulisan,konsep tentang tulisan yang di cetak. Pada saat yang bersamaan ia juga akan belajar mengembangkan sikap, konsep, dan keterampilan yang oleh Don Holdaway (via Huck dkk, 1987). Dideskripsikan sebagai sebuah perangkat literasi (literacy set).
            Di bawah ini di bicarakan beberapa buku (sebenarnya juga dapat berasal dari majalah) yang biasa di pergunakan untuk  membawah anak ke literasi awal, yang antara lain adalah buku alfabel, buku berhitung, buku konsep, dan buku gambar tanpa kata.
3.4.3.2     Buku Alfabet
            Buku alfabet (alphabet books) sering juga disebut sebagai buku ABC (ABC books). Buku alfabet adalah buku yang sering dipergunakan untuk memperkenalkan, mengajarkan, dan atau mengidentifikasi huruf – huruf secara sendiri – sendiri khusus nya setelah anak mulai belajar membaca dan menulis (huck dkk,  1987: 163). Pengenalan huruf-huruf  tersebut pada umumnya tidak secara langsung dilakukan dengan menunjukkan huruf-huruf tertentu, melainkan lewat gambar-gambar tertentu, misalnya berbagai jenis binatang atau objek-objek tertentu yang telah dikenal oleh anak.
a.      Tujuan buku Alfabet
      Buku alfabet mula-mula dan terutama untuk memperkenalkan dan mengajarkan huruf-huruf alfabetis kepada anak dalam rangka pembwlajaran literasi. Atau bahkan juga ada penekanan terhadap aspek visual itu (mitchell, 2003: 72).
      Stevig (1980: 76) juga sudah mengemukakan bahwa buku alfabet di maksudkan untuk membantu anak membelajarkan huruf , urutan huruf, bentuk huruf, stile, dan korespondensi antara bunyi dan simbol. Selain itu, buku alfabet juga mengidentifikasi dan menguasai literasi baik secara verbal, melainkan juga gambar-gambar, berbagai bentuk visual selain bahasa.
b.      Jenis buku Alfabet
      Stewig (1980: 82-6) membedakan buku alfabet dalam tiga kategori, yaitu buku yang berjenis atau berisi gambar-topik (related-topic books). Gambar pusparagam (potpourri books). Dan gambar-cerita (sequantial-story books). Di pihak lain, huck dkk. (1987: 163-8) membedakan jenis buku tersebut ke dalam empat kategori. Yaitu buku gambar-identifikassi (word-picture formats,word - picture identification), buku cerita singkat (simple narratives), teka-teki (riddles or puzzles), dan buku-buku topik (topical themes).
      Buku-buku tersebut biasanya dalam satu halaman berisi satu gambar dengan satu kata, satu huruf, atau satu kata satu huruf awal dengan penekanan. Huruf awal kata itulah yang ingin di tekankan agar dikenali oleh anak dan tempatnya pun dipisahkan. Misalnya, dalam sebuah halaman ada gambar seekor kelinci, dibagian tengah atas ada huruf k (kapital dan kecil) dan dismpingnya gambar ada tulisan “kucing”. Tentu saja letak posisi gambar, huruf dan kata tersebut bervariasi tergantung pada kreativitas penyusunnya.
      Belajar huruf dan mewarnai gambar. Buku alfabet yang terdiri dari gambar dan kata dengan sekaligus mewarnakan keasyikan kepada anak, yaitu mewarnai gambar-gambar yang disajikan. Gambar yang diberikan untuk satu binatang atau objek terdiri dari dua macam, yaitu satu gambar berwarna dan satu dengan garis-garis hitam, dan anak juga diajak untuk mewarnai gambar-gambar itu sesuai dengan contoh gambar yang berwarna tadi. Jadi, selain mengenal huruf dan kata bnama binatang yang bersangkutan, anak yang dilatih daya kreativitasnya dalam hal memadu warna, baik dengan pensil maupun pastel.
      Gambar dan dua huruf-kata dua bahasa . buku bahasa yang tidak hanya mengnal huruf dan kata, melainkan juga pada katanya dalam bahasa Inggris. Jadi, kata-kata identifikasi untuk sebuah gambar itu di tulis dalam dua bahasa: Indonesia dan Inggris atau sebaliknya Inggris dan Indonesia. Bahkan, dalam buku knowing ABC, Mengenal Huruf Sambil mewarnai  (Mondy Risutra) juga dituliskan cara membaca atau ucapan bahasa Inggrinya (ejaan fonetik) yang diletakkan di dalam kurung di belakang kata-kata Inggris yang bersangkutan.
      Gambar dan konsep. Lewat gambar-gambar, buku alfabet juga dapat dimanfaatkan untuk mengenalkan kata yang mengandung konsep tertentu, misalnya konsep pertentangan atau laewan kata seperti besar kecil, tinggi rendah, panjang pendek, gemuk kurus, di atas di bawah, dan lain-lain. Untuk maksud itu, gambar yang di tampilkan mesti dua macam dengan masing-masing mengandung konsep yang dimaksud, dan di atas atau di samping kedua gambar itu diberi kata: besar dan kecil, atau gemuk dan kurus.
      Pencocokan gambar dan kata. Dengan menampilkan sejumlah gambar dan kata, misalnya lima buah. Gambar dan kata tersebut di pisah ke dalam lajur kanan dan kiri yang disusun secara acak. Anak kemudian di minta untuk menjodohkan pasangan yang benar antara gambar dan kata tersebut, misalnya dengan menarik garis yang mempertemukan keduanya.
      Pencocokan huruf dengan huruf. Merupakan variasi pencocokan gambar dengan kata di atas, tetapi tanpa disertai gambar. Permainan yang dituntut kepada anak adalah berupa pencocokan huruf yang sama yang sengaja disajikan kedalam lajur, yaitu kiri dan kanan. Tujuan kegiatan ini adalah untuk mengenal secatra lebih baik dan kritis pada huruf-huruf yang sama. Misalnya di lajur kiri dan kanan dan masing-masing di sajikan lima huruf yang sama yang sengaja di susun acak. Anak kemudian diminta untuk menggabungkan dengan menarik garis pada huruf-huruf yang sama, atau di minta untuk mewarnai dengan warna yang sama pada huruf  yang sama.
      Gambar cerita. berupa buku-buku yang menampilkan gambar-gambar yang mengandung cerita sederhana. Gambar-gamar yang ditampilkan bukan gambar tunggal melainkan ada beberapa gambar (objek) yang merupakan satu kesatuan. Di sebelah gambar itu, disudut kanan, kiri, atau bawah, ada huruf- huruf yang di perkenalkan dan nama binatang atau objek yang berawal dengan huruf-huruf itu. Untuk memancing cerita, dibawah gambar sengaja di sertaka pernyataan-pernyataan sebagai umpan berbicara. Dengan demikian, dalam satu kesatuan gambar itu terdapat paling tidak dua tujuan atau kegiatan yang di inginkan.
3.4.3.3  Buku Berhitung
            Buku berhitung (counting books) adalah buku lain yang juga biasa dipergunakan untuk literasi awal pada anak usia prasekolah atau sekolah di kelas awal, yaitu mulai usia sekitar tiga tahun. Buku berhitung mirip dengan buku alfabet, yaitu, sama-sama mengenal dan membelajarkan sesuatu lewat gambar-gambar yang sesuai, jelas, dan menarik.
a.      Tujuan Buku Berhitung
      Jika buku alfabet lebih dimanfaatkan untuk mengenal huruf-huruf, buku berhitung di pergunakan untuk mengenal angka-angka kepada anak di usia awal (Mitchel, 2003:75). Buku berhitung juga menempuh cara  yang sama : mengenal angka dan konsep angka lewat gambar-gambar,. Jadi, literasi visual, gambar-gambar, tetap menjadi sarana utama. Buku alfabet menekankan pembelajaran literasi visual dan literasi verbal, sedangkan bku berhitung menekankan pembelajaran literasi  visual dan literasi angka.
      Analog dengan buku alfabet, buku berhitung juga bertujuan untuk mengenal dan membelajarkan anak terhadap dua hal : literasi visual dan literasi angka. Jadi, buku berhitung adalah buku yang bertujuan mengenal dan membelajarkan literasi angka dan konsep angka kepada anak usia awal. Karena buku ini berstatus sastra, pengenalan dan pembelajaran tersebut dilakukan dengan cara-cara sastra: kurang langsung, menarik, dan menghibur, dan karenanya mampu memberikan kepuasan batin.
b.      Jenis Buku Berhitung
      Buku berhitung  juga membentang dari yang sederhana ke yang lebih kompleks sesuai dengan usia anak yang menjadi sasaran.
      Gambar dan mewarnai jumlah gambar. Menawarkan dua macam kegiatan, yaitu menghitung jumlah gambar dan kemudian mewarnai gambar lain sebanhya hitungan angka gambar. Antara gambar yang di hitung dengan gambar yang diwarnai tempat bersebelahan, kiri dan kanan.
      Gambar dan penjumlahan angka. Merupakan salah satu pengenalan konsep matematika sederhana yang berwujud penjumlahan.
      Gambar, angka, dan gambar cerita. Buku berhitung model ini menampilkan gambar dengan jumlah angka tertentu yang disertai tulisan angka dan huruf.
3.4.3.4  Buku konsep
            Buku yang dipergunakan untuk mendeskripsikan berbagai dimensi dan jenis objek atau berbagai konsep yang abstrak kepada anak.
a.      Tujuan Buku konsep
      Tujuan utama penyediaan buku konsep adalah untuk memperkenalkan anak tentang dunia.
b.      Jenis Buku konsep
      Mitchell (2003:77-9) membedakan buku konsep kedalam dua kategori, yaitu (i) buku konsep dimensi tunggal dan (ii) buku konsep multidimensioal.
Menurut  jenis konsepnya dibagi menjadi :
      Konsep tunggal, konkret. menyajikan gambar-gambar untuk mengenal dan membelajarkan konsep-konsep tunggal kepada anak di usia awal.
      Konsep kompleks dan abstrak. Di lihat dari kompleksitasnya gambar, dalam sebuah gambar yang berisi berbagai objek dengan warna-warna yang berbeda, sudah boleh dikatakan sebagai gambar yang kompleks.
c.       Karakteristik Buku alfabet, Buku berhitung, dan Buku konsep
      Huck dkk. (1987:172) mengemukakan sejumlah buku alfabet, dan buku berhitung, dan michell (2003:79) mengemukakan hal yang sama untuk buku alfabet, buku berhitung, dan buku konsep.
3.4.3.5     Buku Gambar Tanpa Kata
            Buku gambar anpa kata adalah buku-buku gambar cerita yang alur ceritanya disajikan lewat gambarp-gambar (Huck dkk,1987:176), atau gambar-gambar itu secra sendiri menghadirkan cerita (Mitchell, 1991:75). Kalaupun dalam gambar-gambar itu disertai kata-kata, bahasa verbal tersebut sangat terbatas.
a.      Karakteristik Gambar Tanpa Kata
      Mitchell (2003:82-3) mengemukakan bahwa karakteristik umum buku gambar tanpa kata antara lain :
                                           I.            Selalu kaya dengan gambar dan penuh detail
                                        II.            Mempergunakan gambar aksi untuk mengembangkan karakter
                                     III.            Menampilkan tema yang menarik
                                     IV.            Latar menjadi bagian alur cerita dan ilustrasi diberikan secara detail.
                                        V.            Menghadirkan visi ntentang dunia secara lebih luas.
                                     VI.            Mempunyi dampak emosional yang kuat terhadap pembaca
                                  VII.            Memberikan dampak imajinatif kepada pembaca
b.      Tujuan Buku Gambat tanpa Kata
      Untuk menstimulasi perkembangan bahasa melalui keberaniannya secara aktif  menceritakan buku bergambar.



3.4.3.6  Buku Bergambar
            Hakikat buku bergambar. Dalam arti luas mencakup berbagai jenis buk bergambar. Sedangkan dalam arti sempit buku yang didalamnya ada gambarnya.
            Posisi dan format gambar. Letak letak gambar pada halaman halaman pada umumnya bervariasi.
            Bahasa buku bergambar. Kata-kata dan teks dalam buku cerita-bergambar  sama pentingnya dengan gambar ilustrasi. Ia akan membantu anak mengembangkan sensivitas awal ke imajinasi dalam penggunaan bahasa (Huck dkk, 1987:216). Bacaan cerita anak adalah bacaan sastra yang notabene bagian dari karya seni, maka bahasa yang dipergunakan dalam teks buku cerita-bergambar juga mempertimbangkan aspek keindahan.
            Isi buku bergambar. Tema dan persoalan yang dikisahkan dalam buku cerita-bergambar dapat sebanyak persoalan kehidupan manuusia.
            Fungsi buku bergambar. Mitchell (2003: 87-92) menunjukkan fungsi dan pentingnya buku cerita-bergambar bagi anak sebagai berikut:
(1)   Buku cerita bergambar dapat membantu anak terhadap pengembangn dan perkembangan emosi.
(2)   Buku cerita bergambar dapat membantu anak untuk belajar tentang dunia, menyadarkan anak tentang keberadaan didunia di tengah masyarakat dan alam.
(3)   Buku cerita bergambar dapat membantu anak belajar tentang orang lain.
(4)   Buku cerita bergambar dapat membantu anak untuk memperoleh kesenangan .
(5)   Buku cerita bergambar dapat membantu anak untuk mengapresiasi keindahan.
(6)   Buku cerita bergambar dapat membantu anak untuk menstimulasi imajinasi.


BAB IV
PENUTUP

4.1  Kesimpulan
Sastra anak adalah karya imajinatif dalam bentuk bahasa yang berisi pengalaman, perasaan dan pikiran anak yang khusus ditujukan bagi anak-anak. Ditulis oleh pengarang anak-anak maupun pengarang dewasa.
Dalam menentukan jenis ragam sastra anak, ada beberapa pendapat antara lain:
Lukens mengelompokkan genre sastra anak ke dalam enam macam, yaitu:
1.      Realism: Crita Realism, Realisme Binatang, Realisme Historis, dan Realisme Olahraga.
2.      Fiksi Formula: Cerita Fantasi, Cerita Fantasi tinggi dan Fiksi Sain
3.      Sastra Tradisional
4.      Puisi
5.      Nonfiksi: Buku Informasi dan Biografi.
Pendapat lain, pembagian genre satra anak berdasarkan analogi pembagian sastra menurut Lukens. Genre sastra anak cukup dibedakan dalam:
1.         Fiksi
2.         Nonfiksi
3.         Puisi
4.         Sastra Tradisional
5.         Komik

.
4.2  Saran
1.   Sebagai calon guru Sekolah Dasar, mahasiswa PGSD sebaiknya banyak mempelajari jenis ragam sastra anak.
2. Mahasiswa PGSD sebaiknya termotivasi membuat satra anak sehinggamemperkaya kesastraan Indonesia.


BAB V
DAFTAR PUSTAKA

Nurgiyantoro, Burhan. 2010. Sastra Anak, Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

3 komentar:

  1. terimakasih menambah wawasan saya tentang sastra anak

    BalasHapus
  2. IMHO jika ada daftar referensi akan lebih membantu

    BalasHapus
  3. Casino Table Games | Table Games - CasinoBonuses.org
    Casino Table 승인전화없는 토토사이트 Games. Table Games. Table Games. Slots and 먹튀탐정 live dealer tables. 스포츠토토 배당률 Casino Table Games. 라스 벳 Blackjack Table Games. Craps 포커 족보 순위 Table Games. Live Poker Table Games.

    BalasHapus